*Kerugian Keuangan Negara Rp 428 Juta
TOBOALI, CERAPAN.ID – Kejaksanaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bangka Selatan (Basel) melaksanakan Tahap II penahanan terhadap tiga orang oknum ASN diduga telah melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam pembayaran ganti rugi tanah Kantor Kecamatan Toboali Tahun anggaran 2019 lalu di Desa Bikang.
Ketiga oknum ASN tersangka yang diduga melakukan tipikor tersebut yakni HH, JS dan AHA yang diserahkan ke penuntut umum.
Tampak ketiga oknum ASN tersebut keluar dari kantor Kejari Basel mengenakan rompi oranye tahanan tipikor Kejari Basel dan masuk ke mobil tahanan untuk di titipkan di Lapas Tuatunu Pangkalpinang.
Kajari Basel, Riama BR. Sihite mengatakan bahwa ketiga tersangka ini terlibat perkara dugaan tipikor pembayaran ganti rugi tanah untuk Kantor Kecamatan Toboali tahun anggaran 2019.
“Teruntuk ketiga tersangka ini terlibat perkara dugaan Tipikor masalah pembayaran ganti rugi tanah untuk kantor camat Toboali pada tahun 2019 pada Bidang Tata Ruang dan Jasa Kontruksi Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perhubungan Basel nominal sebesar Rp 8,6 miliar. Namun terjadi perubahan sehingga dana yang tersedia hanya Rp 3,6 miliar dengan realisasi tahun 2019 sebesar Rp 3,4 miliar untuk belanja modal biaya ganti rugi tersebut,” kata Riama didampingi Kasi Pidsus Kejari Basel, Zulkarnain Harahap dan Kasi Intelijen, Michael YP Tampubolon, Rabu (8/3/2023).
“Pada tanggal 26 Juli 2019 Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Perhubungan Basel telah melakukan pembayaran ganti rugi untuk Kantor Kecamatan Toboali sebesar Rp 732,6 juta bahwa HH selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) pada kegiatan tersebut dibayarkan kepada MY yang disebutkan sebagai pemilik lahan yang dibayar ganti kerugiannya,” sambungnya.
Dikatakan Riama fakta di lapangan, lahan yang dibayarkan ganti kerugiannya untuk pembangunan Kantor Camat Toboali di Desa Bikang adalah milik dari Hj. I PGL. CA, beralamat di Jl. Mayor Munzir bukan MY.
“Ternyata sebelum pembayaran ganti rugi lahan itu, telah dilakukan kesepakatan antara JS, AHA dan HH dengan MY. Pada saat itu JS, AHA dan HH mengatakan akan meminjam nama MY untuk proses pembayaran ganti rugi lahan kantor camat toboali itu,” ujarnya.
Selain itu, dirinya menjelaskan bahwa MY dengan ragu masih mempertanyakan kepada AHA dan HH apakah tidak ada masalah dikemudian hari dan ketiga oknum ASN ini mencoba menyakinkan MY bahwa tidak akan terjadi masalah sehingga MY menyetujui dengan rencana tersebut.
“Dengan gerak cepat JS menyiapkan dokumen Akta Pelepasan Hak dari lahan milik Hj. I PGL. CA menjadi lahan milik MY, Nomor Rekening Bank Sumsel Babel 1550100214 atas nama MY, KTP atas nama MY, dan SP3AT untuk diserahkan kepada HH untuk kelengkapan berkas pencairan uang ganti rugi lahan di Desa Bikang,” terangnya.
Tidak hanya itu, Riama menyebutkan ketika ditanyakan kepada Hj. I Pgl. CA mengaku pembayaran ganti rugi atas lahannya untuk pembangunan kantor camat itu hanya sebesar Rp 304 juta yang dibayarkan oleh AHA, JS dan HH dengan alasan pencairan untuk pembayaran ganti kerugian lahan dari Pemkab Basel hanya sebesar itu.
“Nah, disini terdapat selisih antara dana yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Perhubungan Basel yang melakukan pembayaran ganti rugi untuk Kantor Kecamatan Toboali T.A 2019 sebesar Rp 732,6 juta namun yang terbayarkan kepada pemilik lahan yakni Hj. I PGL. CA hanya sebesar Rp304.000.000 sehingga terdapat selisih sebesar Rp 428,6 juta tersebut diberikan kepada MY atas penggunaan namanya sebesar Rp 25 juta dan sisanya dibagi rata kepada tersangka JS, AHA dan HH,” sebutnya.
Kemudian, Riama menungkapkan bahwa indikasi dugaan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 428,6 juta sebagaimana diduga dilakukan secara bersama-sama oleh oleh ketiga oknum ASN dalam pembayaran ganti rugi untuk Kantor kecamatan Toboali Tahun 2019 lalu.
“Untuk saat ini hanya tiga tersangka dulu, akan tetapi tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka lainnya, tergantung hasil penyelidikan kedepanya. Atas kejadian ini ketiga oknum ASN tersangka diancam dengan Pasal 2 dan pasal 3 undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun,” ungkap Riama. (Tcc)